Browse By

Homestay Hari 4 Mengunjungi Kuil Kamakura

Hari keempat, mungkin adalah hari yang paling sibuk selama homestay ini. Selama tiga hari pertama, saya hanya tinggal di dalam rumah, dan sesekali pergi ke luar bersama dengan ibu. Kalaupun pergi ke tempat yang jauh, itu dengan menggunakan mobil, misalnya saat pergi ke supermarket besar di Sagamihara, dan saat pergi ke rumah nenek. Tapi hari ini, saya, ayah, dan ibu akan pergi ke Kamakura. Letak Kamakura cukup jauh, sehingga kami harus naik (kereta api).
Jam 6 pagi, kami makan pagi bersama. Saat makan, ayah sudah berpakaian rapi. Ayah bilang, bahwa ia harus pergi dulu ke kantor dan kemudian akan pergi ke Kamakura. Kami janjian akan bertemu di Furuzawa Eki. Setelah makan, ayah segera menaiki sepeda dan pergi ke stasiun. Saya sendiri setelah memabantu ibu membereskan peralatan makan, menonton televisi sebentar. Saya melihat pertandingan (lomba lari), yang hari ini pesertanya adalah mahasiswa. Setelah itu saya membantu ibu membersihkan rumah dengan pembersih debu dan kemudian memakai pakaian tebal. Jam setengah sembilan kami keluar dari rumah. Bayangkan dalam waktu satu setengah jam saja, saya dan ibu harus merapikan rumah. Di sini saya juga mendapatkan pelajaran seperti yang sering dikatakan mama. Sebelum keluar dari rumah, semua harus dibereskan. Tidak ada yang boleh disisakan, atau ditunda-tunda.
Kami berjalan kaki ke Kamimizo Eki, melewati jalan yang sama dengan saat saya pertama kali datang ke rumah Takahashi-san (nama keluarga tempat saya homestay). Dalam perjalanan, saya kembali teringat mengenai kejadian-kejadian yang sudah saya lewati sebelumnya. Saya juga terpikirkan, bahwa ini adalah hari terakhir saya bersama dengan mereka. Sedikit perasaan sedih mulai muncul di hati saya. Namun, karena ibu mengajak ngobrol selama berjalan kaki, perasaan itu menghilang. Kami kemudian menaiki (Sagami Line) ke arah selatan. Selama perjalanan saya hanya melihat pemandangan di luar. Mungkin karena masih mengantuk, saya tertidur di perjalanan. Tiba-tiba ibu membangunkan saya. Ibu bilang, (Itu Fuji. Dari sini bisa kelihatan.) Saya sendiri terkejut melihat indahnya gunung Fuji, meskipun tidak secara langsung. Ada 10 menit perjalanan dengan (kereta api), dimana gunung Fuji bisa terlihat jelas. Gunung Fuji saat musim dingin memang sangat indah. Gunung ini seperti memakai topi salju putih di atas kepalanya, semakin menambah keindahan gunung tertinggi di Jepang ini. Setalah itu, saya nyaris tidak tertidur lagi, karena orang-orang sudah mulai menyesaki gerbong kereta.
Di Chiisaki Eki, kami bertukar kereta, menuju Furuzawa Eki. Saya dan ibu berjalan cepat-cepat, karena ayah mengirimkan pesan, bahwa ia sudah sampai lebih dahulu. Dari Furuzawa Eki, kami berjalan kaki sekitar 5 menit dan sampai di stasiun Ekiden (semacam kereta api listrik yang ukurannya kecil.) Di pintu masuk, kami bertemu dengan ayah. Karena ini hari minggu, banyak sekali orang yang juga mengarah ke Great Buddha Kamakura. Setelah menunggu kurang lebih 5 menit, kami naik Ekiden. Dalam Ekiden, benar-benar penuh sesak, namun karena cekatan, saya, ayah, dan ibu berhasil mendpatkan tempat duduk. Ayah memberikan kertas petunjuk mengenai Kamakura kepada saya. Dan saya membacanya sambil menunggu tujuan kami.
Di tengah perjalanan, saya pertama kali di Jepang, melihat laut. Laut yang luar biasa indah dan bersih. Karena setiap hari hanya melihat orang berjubel, rumah, dan gedung-gedung yang bertebaran, saat melihat laut, saya merasa lega sekali. Birunya laut ditambah dengan cerahnya cuaca, sangat menolong sekali. Kami kemudian turun di Hase Eki, dan mampir sebentar ke Minimarket, membeli minuman, dan kemudian berjalan kaki menuju Daibutsu di Kamakura.
Ibu sendiri dengan senang hati membeli tiket masuk kepada kami, harga tiketnya adalah 300 yen (sekitar Rp 30000). Harga yang cukup mahal buat saya. Pertama kali saya melihat Daibutsu, saya sangat terkagum-kagum. Patung besar dari batu ini masih bagus dan masih sangat terawat. Di sekelilingnya, walaupun banyak sekali orang yang melihatnya, saya tidak menemukan sampah secuil pun. Orang Jepang sudah memiliki kesadaran sendiri, untuk membuang sampah pada tempatnya.
Kami kemudian mengambil banyak sekali foto yang bagus-bagus. Ibu sendiri berkata, bahwa saat di di sekolah dasar, beliau sudah pernah berkunjung ke tempat ini. Sedangkan ayah, beliau baru pertama pergi ke tempat ini. Ibu menjelaskan, bahwa kita bisa masuk ke dalam patung Daibutsu (The Great Buddha of Kamakura). Ibupun segera memberikan uang 20 Yen (Rp 2000) kepada saya dan ayah untuk membayar biaya masuk ke dalam Daibutsu. Saya dan ayah masuk ke dalamnya, dan melihat bagian dalamnya. Ada penjelasan mengenai patung Daibutsu dalam bahasa Jepang dan Inggris, jadi saya bisa mengertinya. Ayah sendiri mengambilkan foto kami saat berada di dalam patung tersebut. Kami keluar dan sepakat hendak melanjutkan perjalanan kami. Di tempat jualan pernak-pernik, ayah bertanya kepada saya, mana suvenir yang baik menuruk saya. Saya menunjuk kepada gantungan kunci yang unik, dan ayah segera membelikannya kepada saya. Saya hanya bisa mengucapkan terimakasih banyak kepada ayah.
Mengunjungi Kuil Kamakura

Mengunjungi Kuil Kamakura

Mengunjungi Kuil Kamakura

Mengunjungi Kuil Kamakura

Di depan peta besar yang menjelaskan tempat-tempat wisata di daerah itu, ibu menganjurkan untuk pergi ke (Kuil Hase), ibu bilang, dari sana kita bisa melihat laut, dan ada banyak sekali patung-patung. Kami kemudian berjalan keluar komplek Daibutsu dan berbelok ke arah Kuil Hase. Di jalan, saya melihat toko yang menjual es krim, Es Krim Obama, ya, saya jadi teringat mengenai hal tersebut. Saat presiden Obama berkunjung ke Kamakura, dia membeli es krim yang terkenal dengan kelezatannya. Ya jelas lezat, bayangkan untuk semangkok kecil es krim saja, harganya mencapai 600 yen (Rp 60000). Harga yang sangat mahal menurut saya. Setelah 15 menit berjalan, sampailah kami di depan pintu masuk Kuil Hase. Ibu segera membeli tiket seharga 300 Yen (Rp 30.000). Sementara itu, saya melihat keadaan sekitar. Ya, taman di depan Kuil ini masih sangat terawat, sangat bersih.

Kemudian kami masuk bersama-sama, melewati tangga-tangga menuju ke atas bukit. Di sana ada kuil besar yang didalamnya juga ada patung Daibutsu, namun ini terbuat dari emas. Saya masuk dan melihatnya saja, sementara banyak orang yang berdoa di depannya. Kemudian ibu mengajak saya dan ayah untuk menaiki tangga lagi. Setelah menaiki tangga yang cukup terjal, sampai juga kami di tempat yang cukup luas. Dan yang paling menyenangkan adalah, kami bisa menlihat laut dari atas sini. Bahkan lebih indah lagi, dibandingkan dengan pemandangan dari dalam kereta, saya sendiri sangat terkesan, dalam hati saya mengucap syukur atas kebaikan Tuhan ini. Kami mengambil banyak sekali foto dari atas sini.

Setelah itu, ibu bilang ini adalah saatnya makan siang. Saya bilang kepada ibu, saya bisa makan apa saja, tidak mesti (makanan eropa). Ayah kemudian mendapatkan ide, bagaimana untuk pergi ke taman Kamakura. Kami kemudian kembali ke Hase Eki dan menaiki kereta menuju ke Kamakura Eki. Dari eki, kami berjalan kaki di sepanjang jalan yang sungguh indah. Di pinggir jalan, ada banyak lampion dan lampu kedap-kedip yang dipasang di pohon yang sudah mengering karena musim dingin. Ibu bilanh ini adalah pohon sakura. Pada musim semi, disini akan sangat indah. Setelah cukup lama berjalan, akhirnya kami menemukan juga restoran. Kami sepakat untuk makan di tempat itu. Saya sendiri memesan nasi dengan daging dan salad, serta jus jeruk. Ayah memesan nasi dengan ayam dan salad, serta bir. Sedangkan ibu, memesan spaghetti. Saya sendiri sangat terkejut melihat harganya, satu porsi harganya 1200 Yen (Rp 120.000), berarti kalau dikalikan 3, menjadi 3.600 Yen. Tapi ibu berkata, (tidak usah dibayar) kepada saya.

Selesai menyantap hidangan “mahal” tersebut, kami melanjutkan perjalanan ke semua taman di sekitar Kamakura. Ayah mengambil banyak foto, terutama foto saya dan ibu. Taman itu sangat indah menurut saya. Air kolam sangat jernih, sehingga ikanpun kelihatan dengan jelas. Para pengunjung juga dapat memberi makan burung-burung merpati yang beterbangan sangat dekat dengan manusia. Angsa-angsa dengan anggunnya berenang di atas kolam. Saya sungguh kagum, bagaimana orang-orang Jepang dapat mempertahankan semua keindahan alam ini. Tidak ada sampah secuil pun di area taman itu.

Setelah agak sore, kami memutuskan akan pulang ke rumah. Kami berjalan ke stasiun Kamakura. Di tengah perjalanan, ibu membeli kue yang namanya (Sabure). Saya sendiri baru pertama mendengar nama kue ini. Ibu membeli 3 bungkus. Satu untuk keluarga di rumah, satu untuk paman dan nenek, dan yang terakhir untuk saya. Ibu juga meminta plastik lebih kepada sang pelayan toko. Awalnya saya bingung, namun ibu memberi plastik itu kepada saya. Ibu bilang, pakai saja plastik ini. Ya, dari awal perjalanan kami, saya menggunakan plastik bewarna putih, bekas membeli air mineral saat pagi hari. Saya betul-betul merasakan kebaikan hati ibu.

Dengan rute yang sama, kami pulang kembali ke rumah. Dalam kereta, ayah dan ibu nampak lelah sekali. Saat saya terbangun, saya melihat dengan jelas raut lelah di muka mereka. Ya, perjalanan hari ini pasti sangat melelahkan bagi mereka. Keluar dari Kamimizo Eki, kami berjalan ke rumah. Suhu udara sudah sangat dingin sekali. Ibu berbelok sebentar, untuk mampir ke supermarket, membeli keperluan rumah, sedangkan saya dan ayah menuju ke rumah. Sampai di rumah,  waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Ayah segera menutup jendela, menyalakan lampu dan pemanas udara. Untunglah udara dalam rumah sudah menghangat. Saat saya sedang merapikan barang-barang dan memasukkannya ke dalam tas, ibu sudaha sampai di rumah. Setelah membereskan semuanya, kami makan malam bersama.

Menu makan malamnya, sama dengan makan pagi. Dalam hati, saya sedikit sedih, karena sebentar lagi harus berpisaah dengan keluarga ini. Ibu mengupaskan apel bagi saya dan ayah. Ya, makan malam terakhir saya dengan keluarga berakhir pukul 8 malam. Setelah merapikan meja makan, saya istirahat sebentar, sementara ibu, memasak makanan untuk esok pagi. Ayah sendiri, nampaknya pergi keluar karena ada urusan. Satu jam berlalu, saat saya mengecek barang-barang bawaan saya, ayah pulang. Saat keluar dari kamar, ayah sedang menata foto-foto di atas meja. Ya, foto-foto kami saat di Kamakura sudah dicetak oleh ayah. Ayah menyuruh saya dan ibu untuk melihat foto itu sebentar. Saya melihatnya, dan memang hasilnya sangat bagus. Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada ayah. Sementara ibu, saat melihat foto itu, ibu berkata, “saya tidak kelihatan tua disini. hahaha.” Saya dan ayahpun ikut tertawa mendengarnya. Ayah memasukkan semua foto itu kedalam sampul plastik dan memberikannya kepada saya.  Kemudian saya dan ayah menonton televisi sebentar.

Pukul 9 malam, ayah keluar dan menyalakan mobil. Ibu kemudian menyuruh saya untuk mengecek semua barang bawaan dan membawanya ke mobil. Ya, inilah saat terakhir saya melihat rumah ini. Saya mengenakan mantel tebal, menggendong tas, dan membawa oleh-oleh pemberian ibu. Ya, ibu memberikan oleh-oleh terakhir berupa sebuah gelas berukuran besar, dan ada gambar dan tulisan mengenai sumo (olahraga tradisional khas Jepang). Saya meletakkannya pelan-pelan di dalam plastik bawaan saya. Saya bersama ibu kemudian keluar dari rumah dan menuju ke mobil. Ayah yang mengendarai mobil, ibu duduk di samping ayah, sedangkan saya duduk di belakang ayah. Dalam perjalanan, ibu banyak berbincang dengan ayah. Yang saya tangkap, besok ayah harus kembali bekerja. Ibu punya janji dengan temannya. Sedangkan Yuuka juga harus kembali bekerja sampingan.

Ibu juga menanyakan kepada saya, bagaimana jalan pulang menuju universitas. Saya jawab dengan jujur, bahwa saya sama sekali tidak mengetahuinya. Ayah mengambil jalan yang tidak pernah saya lewati sebelumnya. Setelah 1 jam perjalanan, belok ke kanan dan kiri, akhirnya kami sampai juga di pintu gerbang universitas. Pintu gerbang yang besar sudah ditutup, hanya terbuka untuk pejalan kaki. Dalam mobil saya mengucapkan お世話になりました。本当にまことありがとうございます。(Benar-benar terimakasih. Saya sudah banyak merepotkan) kepada ayah dan ibu. Ayah dan ibu kemudian menjawab いいえ。いいえ。頑張ろう (Tidak. Tidak. Selamat berjuang ya!). Saya keluar dari mobil dan berjalan masuk ke area universitas. Saya kembali menghadap ke belakang, dan melambaikan tangan saya sekali lagi kepada mereka. Ya, ini benar-benar yang terakhir. Yang terakhir bagi saya. Saya kemudian kembali berjalan. Sampai saya agak jauh, ayah dan ibu belum juga pergi, lampu sorot mobil masih bisa saya lihat. Setelah jalannya agak menikung, lampu itu sudah tidak nampak. Saya menghadap ke belakang, dan melihat bahwa mobilnya sudah diputar dan hendak pergi. Dalam hati saya sangat sedih sekali, berjalan melewati sepinya jalan menuju ke asrama. Sepanjang berjalan kaki, saya merasa sangat kehilangan. Kehilangan keluarga “baru” yang sangat baik dan ramah kepada saya.

Setelah 15 menit berjalan kaki, tiba juga saya di asrama. Asrama sudah sangat sepi, mungkin saya yang terakhir kembali dari homestay. Saya mencopot sepatu, menggantinya dengan surippa dan menuju ke kamar. Sampai di kamar, jam sudah menunjukkan pukul 22.30 malam. Saya membereskan semua bawaan saya. Yang pakaian kotor, saya kumpulkan dalam plastik untuk esok hari dicuci. Kemudian semua kenang-kenangan yang saya dapatkan, saya lihat sekali lagi. Saya tulis dengan pulpen, tanggal, dan dari siapa saya mendapatkan. Agar tidak lupa, pikir saya.  Jam 11 malam, teman dari Malaysia datang untuk meminta air panas, katanya dia hendak meminum kopi hangat. Saya memanaskan air dan sambil menunggu mendidih, saya berbincang-bincang dengan dia. Saya menunjukkan foto sepanjang perjalanan hari ini ke Kamakura. Saya juga bercerita bahwa saya mendapatkan hadiah tahun baru. Dia bercerita, bahwa dia tidak pergi kemana-mana, juga tidak mendapat hadiah tahun baru. Air panasnya sudah mendidih, saya menuangkan air panasnya ke dalam gelas yang sudah dibawanya terlebih dulu. Dia kemudian minta ijin untuk kembali ke kamarnya.

Dalam hati saya, saya sangat bersyukur kepada Tuhan. Bisa mendapatkan kasih sayang dan keramahan dari keluarga yang baru pertama saya lihat. Saya mendapatkan pengalaman yang tidak terlupakan ke Kamakura, dan masih banyak hal lainnya. Kalau Anda membaca kisah ini dari awal, Anda pasti akan mengerti mengapa saya mengucapkan hal tersebut.

Ya, inilah akhir dari kisah panjang, Homestay yang saya lakukan pertama dan sekaligus yang terakhir di Jepang, saat pergantian tahun. Nantikan kisah-kisah lainnya dalam blog ini. Tuhan Memberkati.

Recommended for you

Leave a Reply

You have to agree to the comment policy.