Browse By

Kisah Idul Adha

Selamat Idul Adha. Beberapa teman men-sharing-kan gambar menarik mengenai makna Idul Adha atau Eid Al-Adha. Salah satunya sebuah gambar tentang kutipan Yasmin Mogahed mengenai Idul Adha dalam bahasa Inggris, berikut isinya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. “Beberapa tahun yang lalu, Bapa Ibrahim membuat keputusan. Dia mencintai anaknya. Tapi dia lebih mencintai Allah. Perintah Allah adalah untuk mengorbankan anaknya. Tapi bukan anaknya yang membuatnya layak di hadapan Allah. Sebab anaknya tidak jadi dikorbankan, tapi ketaatannya! Jadi di hari Idul Adha hari yang baik untuk berkorban, maukah taat untuk mengorbankan milik kita?

Sama seperti kutipan di atas, kita sering salah dalam menyingkapi Idul Adha. Kita keliru ketika menempatkan fokus pada Abraham. Banyak yang meyakini bahwa Idul Adha adalah saat yang tepat untuk mengingat kembali ketaatan Abraham pada Allah bahkan hingga rela mengorbankan anaknya sendiri. Dari titik fokus itulah, banyak yang sampai pada kesimpulan “maukah berkorban atau kehilangan sesuatu yang sangat dikasihi atau sesuatu yang berharga asalkan taat kepada Allah?” Fokus kita adalah pada manusia, manusia yang berkorban untuk menaati Allah. Dan fokus itu keliru menurut saya.

Kisah Idul Adha: Mengapa Allah “Plin Plan”?

Rahasia Idul Adha

Rahasia Idul Adha – Abraham mengurbankan anaknya

Mengapa saya berpikir seperti itu? Saya berpikir dan membaca-baca kembali kisahnya dalam Kejadian 22. Mengapa Allah menyuruh Abraham mempersembahkan anaknya yang dikasihi sebagai korban bakaran (Kejadian 22:2), namun malah menggagalkan rencana-Nya sendiri dengan berkata jangan membunuh anak itu (Kejadian 22:12) dan kemudian menyediakan seekor domba jantan sebagai gantinya (Kejadian 22:13)? Apa maksud Allah melalui kisah “tarik-ulur” ini? Mengapa Allah terkesan plin-plan dengan perintah-Nya sendiri? Adakah Allah hanya ingin mengetes Abraham?

Tidak. Saya pikir alasannya ialah Allah ingin menunjukkan kasih setia dan ketaatan-Nya kepada umat manusia. Dengan Abraham mengorbankan anaknya yang dikasihinya, ini menjadi bukti kasih Abraham pada Allah–sebab bukti kasih terbesar adalah pemberian yang terbesar. Bukti kasih Abraham kepada Allah ialah dia rela mengorbankan anak manusia yang adalah darah dan dagingnya. Namun, dengan Allah mengagalkan perintah-Nya dan menyediakan anak domba sebagai pengganti, Allah sesungguhnya membuktikan kasih setia-Nya yang besar bagi Abraham dan semua umat manusia. Kasih setia-Nya yang besar jauh melampaui segala apa yang dapat dipikirkan manusia. Kasih yang besar hingga Allah menyangkal diri-Nya dan perintah yang diberikan-Nya sendiri.

Di hari Idul Adha ini, atau saat kita membaca dan merenungkan kisah Abraham ini, saya ajak kita merubah titik fokus kita. Bukan pada Abraham, namun pada Allah. Pikirkanlah mengapa Allah sampai rela menyangkal diri-Nya? Mengapa Allah sampai menyangkal perintah-Nya sendiri? Tidak lain tidak bukan adalah karena kasih Allah yang sangat besar. Idul Adha bukanlah berbicara tentang Abraham yang rela berkorban…tapi tentang Allah yang menyangkal diri. Bukan berbicara bagaimana kita mengorbankan milik kita demi menaati Allah… tapi tentang kasih dan kesetiaan Allah, yang jauh melebihi kasih kita terhadap Allah.

Sumber gambar: www.stephenhicks.org

Recommended for you

Leave a Reply

You have to agree to the comment policy.