Browse By

Torang Samua Basudara!

ITB  adalah kampus  gado-gado. Gado-gado adalah sejenis makanan yang terdiri dari beragam sayuran dan disiram sambal kacang. Ada banyak suku, ras, agama, dan latar kebudayaan yang bercampur menjadi satu di dalam kampus  ini. Hal inilah yang secara tidak langsung membuat kita harus mengerti mengenai komunitas. Mengerti bagaimana dapat hidup bersama dengan orang lain.

PMK ITB

PMK ITB

Berbicara tentang komunitas berarti bicara soal berhubungan dengan orang lain. Komunitas adalah kumpulan orang-orang yang memiliki kesamaan dalam hal apa pun, semisal: tempat atau tujuan. Tidak perlu jauh-jauh berpikiran soal komunitas di dunia atau bangsa Indonesia. Keluarga dan kampus adalah contoh komunitas yang paling mudah kita temukan. Mereka ada di dekat kita. Mereka adalah saudara kita.

Torang Samua Basudara

Torang Samua Basudara

Torang Samua Basudara

Mari kita simak kisah mengenai orang Samaria yang murah hati di dalam Lukas 10. Dia dirampok dan terluka parah, dan ditinggalkan di pinggir jalan. Mungkin dia tidak bisa berteriak lagi, tolong..tolong.. tetapi tidak ada yang menolongnya. Ada yang lewat cuma tidak mengindahkannya. Ada lagi yang lewat, namun berpura-pura tidak mendengar. Ia tidak mampu lagi untuk berteriak sekeras tadi. Ia putus asa, mungkin ini saatnya untuk mati. Namun kisah tidak berakhir, datang seorang yang menolongnya. Ia tidak mengenal orang itu, namun ia membersihkan dan membalut luka-lukanya. Namun ia terburu-buru, ada yang harus ia lakukan. Tak tega rasanya meninggalkannya di pinggir jalan. Akhirnya, ia membawa ke sebuah penginapan. Ia meminta kepada pemilik penginapan  untuk merawatnya sampai sembuh, uang yang dia miliki diberikan semuanya. Bahkan ia berjanji untuk membayarkannya jika ada kekurangannya. Orang yang tadi sembuh dan bisa kembali bekerja. Orang yang telah menunjukkan belas kasihan itulah yang telah memposisikan diri sebagai saudara.

Salah satu pokok ajaran Tuhan Yesus adalah mengasihi sesama manusia seperti mengasihi dirimu sendiri (Matius 22:39). Bahasa aslinya adalah “Agapeseis ton plesion sou as seauton” yang berarti kasihilah orang di dekatmu. Orang di dekatmu?

Di dunia perkuliahan ini, ada banyak teman yang saya punya. Ada Edward, teman belajar yang begitu rajin dan pintar. Tio, orang Toraja yang pintar dan lucu, tulisannya juga rapi. Ada juga Mada, orang Jawa yang berprinsip teguh. Ada Ribka, yang begitu ulet bisa berkuliah sambil bekerja di sebuah sekolah. Ada juga Ester, yang tetap mengambil pelayanan di tengah kesibukan di kampus. Masih banyak yang lainnya, cuma bagi saya, mereka adalah orang dekat. Mereka adalah saudara, kami saling mengasihi. Tidak usah jauh-jauh menemukan sesama manusia, mereka ada di sekitar kita.

Tidak baik bila kita merasa diri kita lebih baik daripada teman dari gereja lain. Juga tidak baik jika kita merasa diri kita lebih pintar dibanding teman dari jurusan lain. Apalagi membeda-bedakan orang atas dasar satu dan lain hal, padahal di dalam Mazmur 145:9, dikatakan “Tuhan itu baik kepada semua orang…” Tuhan saja tidak membeda-bedakan, masakan kita manusia lemah ini malahan membeda-bedakan orang hanya karena satu dua alasan yang mungkin hanya kita buat-buat saja.

Kemudian, saya pelajari, ada empat aspek di dalam sebuah komunitas. Mari kita bahas satu persatu. Pertama, di dalam komunitas ada kasih. Mari kita lihat di dalam Matius 22:39, “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kasih memiliki padanan kata dengan beri. Jadi, di dalam komunitas kita saling memberi. Memberi perhatian, memberikan waktu, tenaga, semangat, dan segala bentuk bantuan semaksimal yang dapat kita lakukan. Di dalam 1 Korintus 13 bahkan, kita dapat mengerti lebih mendalam mengenai kasih. Kasih tidak menghapuskan perbedaan, melainkan membuat perbedaan itu menjadi kekuatan bagi kita. Komunitas tanpa kasih hanya akan menjadi kumpulan orang-orang yang hanya berkumpul dalam keadaan senang saja, namun saling meninggalkan ketika kesedihan dan masalah mulai melanda.

Mari kita simak dalam Galatia 5:14-15, “Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan.” Aspek kedua yang ada di dalam komunitas adalah saling menghargai. Saling menghargai memerlukan kebesaran hati, di mana kita dapat menganggap bahwa orang lain jauh lebih penting daripada diri kita sendiri. Menghargai juga berarti kita menganggap dia penting, dia bermakna, dan berarti. Komunitas yang saling menghargai adalah komunitas yang membangun. Setiap orang memerlukan penghargaan dari orang lain, dan ini hanya dapat terwujud jika ada orang-orang yang dapat menghargai karya, tindakan, atau keberadaannya.

Ketiga, di dalam komunitas ada kebersamaan. “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!”(Maz. 133:1), adalah salah satu ayat favorit saya. Dikatakan alangkah baiknya dan indahnya, jika kita dapat diam bersama dengan rukun. Di dalam Alkitab KJV dikatakan, live together atau hidup bersama. Kebersamaan tidak hanya berarti kita melakukan hal-hal bersama, seperti makan, bepergian, pertemuan, atau apapun. Lebih dari itu, kebersamaan berarti kita turut serta di dalam kesulitan yang orang lain kita hadapi.

Keempat, ada berkat di dalam komunitas. “Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.”(Maz. 133:3b). Tuhan menjanjikan berkat di dalam komunitas kita. Berkat tidak melulu soal uang atau hal materi, ini juga berbicara mengenai sukacita dan kebahagiaan, tawa canda, perhatian, dan juga rasa saling memiliki. Tuhan begitu rindu mencurahkan berkat-berkat-Nya ke tengah-tengah komunitas kita.

Kita berbeda-beda, tetapi kita berkerabat dalam satu keluarga besar yang bernama Keluarga Umat Manusia atau Keluarga Satu ITB. Warna kulit kita berbeda, ada yang hitam, putih, kuning, dan coklat, namun warna darah kita semua sama, yaitu merah. Kita semua berkerabat. Kita semua saudara.

Karena berkerabat kita saling menyapa dan merangkul sebagaimana yang diperbuat oleh orang Minahasa bagi semua yang mereka lihat. Baik di desa atau di kota, baik di pasar atau di jalan, di gereja atau di toko, orang Minahasa tersenyum manis dan berkata, “Torang samua basudara! Mari jo, torang samua basudara! Kita semua bersaudara!”

sumber gambar: pmk.itb.ac.id, BlogSpot

Recommended for you

Leave a Reply

You have to agree to the comment policy.