Browse By

Margondang | Kematian dalam Adat Batak

Iman kita menolak pembedaan perayaan adat kematian seperti itu.  Semua orang percaya yang meninggal adalah sama, yakni yang meninggal akan kembali kepada Sang Pencipta, yaitu Tuhan Yesus. Tidak ada perbedaan apakah sarimatua, saurmatua, mate punu, atau mate poso.  Kita bersukacita dan bersyukur karena nama kita terdaftar di Sorga (Luk 10:20). Kita diselamatkan dan beroleh hidup yang kekal di dalam Tuhan Yesus. Jadi, saat kita meninggalkan dunia ini, ada janji pemeliharaan Tuhan untuk keluarga yang kita tinggalkan. Dan urusan mati atau hidup adalah perkara Allah yang memiliki rancangan yang indah di dalam kehidupan masing-masing kita.

Meninggal pada usia muda seharusnya tidak boleh dianggap kurang “berhasil” ketimbang meninggal di usia lanjut. Atau meninggal dengan memiliki banyak anak dan cucu “lebih terhormat” daripada meninggal tanpa kehadiran anak atau cucu. Perkara seperti ini terlalu dangkal atau ringan jika dibandingkan dengan rencana Allah bagi setiap kita. Kuncinya adalah: apakah kita sudah menjalankan peran kita di dunia ini sebaik dan semampu yang kita bisa? Memang punya anak dan memiliki banyak harta, namun jika korupsi? Nah….

Tuhan kita Yesus juga mati pada usia muda dan tidak mempunyai keturunan. Penguburan Tuhan Yesus dicatat dalam keempat kitab Injil (Mat 27:57-61; Mrk 15:42-47; Luk 23:50-56; Yoh 19:38-42) dengan kesan yang sama yakni dilakukan tergesa-gesa karena waktu, dikuburkan di tempat pekuburan yang dekat dan  hanya disaksikan oleh sedikit orang saja. Yesus Kristus Juruselamat dunia nyatanya mati muda dan tidak mempunyai keturunan. Apa itu berarti Dia tidak terhormat? Atau Dia melakukan perbuatan dosa dan salah? Tidak! Karena itu tidak patut bagi orang Kristen Batak memberikan nilai kurang pada orang yang mati muda. Atau menganggap bahwa ia melakukan dosa dan kesalahan yang tidak terampuni. dan nilai lebih pada orang mati yang “mamora, gabe dan sangap” (kaya, banyak anak dan terhormat). Itu termasuk “memandang muka”, atau “membeda-bedakan” dan seharusnya tidak boleh dilakukan orang yang beriman kepada Yesus Kristus (Yak 2:1-13) karena hal itu tidak menyukakan Tuhan.

Bagi Tuhan tidak menjadi persoalan mati muda, sarimatua, atau istilah lainnya. Tidak ada perbedaan seperti yang dimiliki dalam Adat Batak. Kita, sebagai orang Batak yang sudah percaya Kristus juga seharusnya memiliki pandangan seperti Tuhan. Jangan kita membeda-bedakan. Kita tidak memandang “hamoraon, hagabeon, hasangapon”(kekayaan, anak atau keturunan, dan kehormatan) sebagai hal yang terpenting karena kita adalah warga kerajaan Allah yang mementingkan kebenaran, damai sejahtera dan sukacita dalam Roh Kudus (Rom 14:17).

Wujud nyata dari sukacita dan syukur kita adalah dengan mempersembahkan hidup kita secara total untuk dipakai oleh Tuhan (Rom 12:1). Kita berbuat sebaik dan sepenuh hati, baik dalam belajar, bekerja, bersosialisasi dengan teman atau keluarga, dan juga dalam melayani orang lain.

Margondang: Apakah sesuai dengan Injil?

Wujud dari kerelaan hati kita melihat orangtua, anak, suami/istri, atau sanak saudara kita kembali kepada Tuhan adalah dengan bersyukur untuk segala rencana Tuhan selama hidupnya. Bukan dengan margondang/ menari mengelilingi mayat yang notabene adalah “kemah roboh” atau wujud berhala dari orang yang kita kasihi itu. Ini bukan berarti kita meniadakan adat, namun, memang sudah selayaknya adat-adat yang tidak sesuai dengan Injil kita tinggalkan. Sebagai orang Batak Kristen, kita selayaknya juga tidak membeda-bedakan usia dan kondisi orang yang meninggal, apalagi jika menghubung-hubungkannya dengan dosa.

Waktu, tenaga dan dana yang sangat besar untuk melakukan tradisiMargondang ini paling tepat disalurkan untuk mendukung pekerjaan Tuhan, sebagai tanda bahwa kita percaya kekasih kita yang telah meninggal itu tetap hidup dan menetap dengan Tuhan. Kemuliaan atau kehormatan tidak perlu lagi dicari/diusahakan untuk orang yang mati atau keluarganya, melainkan kemuliaan Tuhan saja yang perlu nampak secara nyata dalam acara pemakaman dan penghiburan. Kerinduan dari orang yang mengasihi Tuhan adalah: “Kristus secara nyata dimuliakan baik oleh hidupku maupun oleh matiku” (Flp 1:20). Kerinduan untuk memuliakan Tuhan dalam hidup dan mati kita juga selayaknya menjadi penyemangat bagi kita untuk terus memuliakan Tuhan.

Recommended for you

Baca Halaman Selanjutnya — 1 2

Leave a Reply

You have to agree to the comment policy.