Browse By

Jujur dalam Perkataan dan Tindakan

Siapa yang mau atau rela didustai atau dibohongi? Siapapun orang itu, dia selalu ingin hidup dikelilingi oleh orang yang jujur, seperti suami atau istri yang jujur, ayah atau ibu yang jujur, anak yang jujur, pekerja atau pimpinan yang jujur, pedagang yang jujur, petugas administrasi atau pelayan yang jujur. Dalam sinetron Ikatan Cinta yang fenomenal, kejujuran juga dinilai sangat berharga. Saat semua tokoh dalam sinetron itu melakukan kebohongan, penonton kadang ikut gemes dan berceloteh, “Yah, bohong lagi bohong lagi…Sampai kapan sih bohongnya, lolos terus.” Setiap orang menghendaki kejujuran dari orang lain. Bahkan pembohong atau pendusta sekalipun setidaknya memiliki satu orang yang dapat dia percaya, yang jujur dalam perkataan dan tindakan.

Menuntut kejujuran orang lain lebih mudah daripada memastikan diri sendiri untuk jujur. Tidak sedikit orang memilih berdusta atau berbohong daripada mengatakan kebenaran. Mayoritas tentu untuk kepentingan atau keuntungannya sendiri.

Ada orang yang berpikiran bahwa berdusta atau berbohong itu terkadang perlu demi kebaikan hubungan dalam pernikahan, dalam hubungan pertemanan, atau dalam melanggengkan bisnis bersama. Kadang kita berbohong juga untuk menyembunyikan kesalahan yang kita lakukan, setidaknya supaya kita tidak perlu mengganti kerugian atau kehilang. Tetapi pikiran demikian tentu dari posisi pelaku yang berniat tidak jujur atau berniat berbohong. Sedangkan jika orang yang berpikiran demikian berada pada posisi korban (yang dibohongi) pastinya ia tidak mau diperlakukan demikian.

Mengatakan kebenaran pada masa kini banyak risikonya. Mungkin saja kita dianggap aneh, terlalu lugu atau polos, atau diasingkan oleh lingkungan sekitar kita karena jujur sendirian. Saat melakukan kesalahan dan kita jujur, mungkin saja orang jadi menyalahkan kita atau menuntut ganti rugi.

Lalu, manakah seharusnya yang kita pilih: jujur atau berdusta? Nasihat dari penulis Amsal menekankan bahwa berdusta atau berbohong itu hanya memberi manfaat sebentar atau sekejap, sedangkan mengatakan kebenaran atau jujur dalam perkataan dan tindakan itu memberikan manfaat selama-lamanya. “Bibir yang mengatakan kebenaran tetap untuk selama-lamanya, tetapi lidah dusta hanya untuk sekejap mata. (Amsal 12:19).

Beratnya atau susahnya jujur dalam perkataan dan tindakan membuktikan bahwa jujur itu sangat berharga. Itulah sebabnya, orang yang jujur itu sangat berharga. Orang jujur yang mati karena jujur menyatakan apa yang benar dan apa yang salah lebih berharga daripada orang yang hidup lama memelihara kebohongan. Dalam banyak kisah, kejujuran seseorang bahkan masih dikenang setelah dia sudah tiada atau meninggal.

Dampak dusta atau kebohongan itu sangat merusak. Apakah Anda tahu siapa bapa dari segala dusta? Ya iblis, sebagaimana ditegaskan oleh Yesus Kristus, “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta” (Yoh.8:44).

Korban pertama dari dusta iblis adalah Hawa kemudian Adam dan selanjutnya adalah umat manusia, tanpa terkecuali. Dengan mendustai Adam dan Hawa, iblis menggiring umat manusia berdosa kepada Tuhan Pencipta mereka (Rom. 3:23). Akibatnya adalah umat manusia terancam maut atau kebinasaan kekal, upah dosa itu (Rom. 6:23a).

Syukurlah TUHAN Allah memiliki kasih yang sangat besar melampui seluruh dosa umat manusia. Karena kasih-Nyalah, Dia telah mendamaikan umat manusia berdosa kepada diri-Nya melalui Yesus Kristus (2 Kor. 5:18-20). Sehingga setiap orang berdosa yang sungguh-sungguh memercayai, mengakui, dan mengandalkan Yesus Kristus satu-satunya Tuhan dan Juruselamat pasti akan selamat dari kebinasaan kekal atau pasti akan beroleh hidup kekal.

Konsekuensi dari iman kita di dalam Yesus Kristus adalah kita hidup menurut Firman Allah yang merupakan sumber Kebenaran, bukan menurut pada Iblis, bapa segala dusta itu. Rasa syukur kita akan anugerah keselamatan dari TUHAN Allah itu kita wujudkan dengan tetap jujur dalam perkataan dan tindakan apapun kondisinya.

Baca juga:

  1. Susahnya Jadi Orang Jujur
  2. Universitas adalah Tempat untuk Gagal

Recommended for you

Leave a Reply

You have to agree to the comment policy.