Browse By

Kebahagiaan Menurut Buddha dan Yesus

Masih seputar kebahagiaan terkait dengan artikel Samuel Mulia dalam rubrik Parodi di Kompas Minggu tanggal 26 Juli lalu, saya jadi teringat juga mengenai acara dokumenter tentang kisah hidup Sang Buddha yang ditayangkan beberapa waktu lalu di stasiun televisi NHK Jepang.

Kebahagiaan Menurut Buddha

Saat itu diceritakan tentang kisah Buddha yang meninggalkan istri dan anaknya untuk pergi mencari makna hidup yang sebenarnya. Dikisahkan bahwa Sang Buddha yang juga adalah pangeran, lelah akan godaan dan penderitaan yang ada dalam dunia. Sang Buddha menyatakan bahwa tidak ada yang abadi dalam dunia ini. Namun, orang-orang tetap mencari-carinya. Mereka berhasrat meraih hidup, kesehatan, harta, dan segalanya. Namun ketika hidup berlalu, semuanya hilang, orang-orang mulai kecewa. Kekecewaan inilah yang dianggap Buddha sebagai biang godaan dan penderitaan.

Akhirnya Buddha sampai kepada kesimpulan jika hasrat tiada, maka tidak akan ada lagi godaan dan penderitaan, yang ada hanyalah kebahagiaan. Inilah yang disebut Nirwana.

Ketika menontonnya saya jadi berpikir: bagaimana mungkin mencapai kebahagiaan dengan membunuh hasrat ingin bahagia? Kebahagiaan menurut Buddha adalah ketika tidak ada lagi hasrat dalam diri manusia. Padahal bukankah ketika hasrat itu hilang, manusia telah kehilangan esensi dirinya, dan kebahagiaan itu tidak ada maknanya lagi? Kebahagiaan hanyalah menjadi akhir yang perih dan menyedihkan, dan justru membunuh manusia perlahan-lahan.

Buddha memang tidak menyatakan keberadaan Tuhan, sebab Tuhan tidak ada kaitannya dengan kebahagiaan manusia. Dan inilah yang menjadi perbedaan dengan kebahagiaan menurut Yesus.

Apa yang Yesus katakan tentang kebahagiaan? Lalu apa perbedaannya dengan yang dinyatakan Buddha?

Kebahagiaan Menurut Yesus

Ketika ada seorang muda yang kaya raya (tidak terlalu berbeda dengan Sidharta Gautama) menanyakan Yesus tentang apa yang harus diperbuat untuk memperoleh hidup kekal, Yesus menjawab, “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku” (Markus 6:21).

Begitu juga tentang perumpamaan tentang harta yang terpendam dan mutiara yang berharga dalam Matius 13:44-46. “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.

Perhatikan Yesus memang menyuruh untuk meninggalkan segala harta benda, namun tidak sama seperti yang dinyatakan Buddha. Pesan Yesus sungguh jelas: Kejarlah dan milikilah harta itu! Kejarlah harta Kerajaan Sorga itu bahkan hingga kamu meninggalkan segala sesuatu yang ada hanya untuk mendapatkannya!

Ketika Buddha menginginkan lepas dari segala harta benda dan keinginan dunia, Yesus menginginkan agar lepas dari segala harta dunia dan sungguh-sungguh terikat dan terpesona hanya kepada Allah yang adalah sumber segala sesuatunya. Allah sanggup memenuhi segala keinginan, dan sehingga saya tidak memerlukan yang lainnya, cukup hanya Allah saja.

Lebih lanjut, di saat kita merasa Tuhan tidak cukup, itulah dosa. Di saat kita merasa tidak puas dan coba mencari kesenangan di tempat lain, itulah dosa.

Kebahagiaan Abadi Hanya dalam Tuhan

Kebahagiaan hanya dalam Tuhan

Kebahagiaan hanya dalam Tuhan

Saya teringat dengan Firman Tuhan yang tertulis dalam Yeremia 2:13. “Sebab dua kali umat-Ku berbuat jahat: mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor yang tidak dapat menahan air.” Inilah esensi dosa itu. Mencari di tempat lain selain Allah. Dan bagaimana cara melawan dosa itu ialah bukan dengan membunuh segala hasrat dan keinginan, namun bagaimana meninggalkan keinginan yang sia-sia pada kolam yang bocor. Sebab tidak ada air di sana! Pergilah ke sumber air yang hidup!

Yesus dan Buddha sama-sama menyatakan bahwa hasrat mencari kebahagiaan pada hal yang sementara adalah hal yang sia-sia. Namun solusi yang diberikan Yesus dan Buddha berbeda. Sang Buddha berkata bahwa kebahagiaan dicapai ketika hasrat tiada. Sedang Yesus berkata, kebahagiaan adalah ketika kita berhasrat sepenuhnya pada Tuhan. Sebab di dalam Tuhan kita mendapatkan segalanya. Di dalam hasrat tiada, kita tidak mendapatkan apa-apa.

Sumber gambar: lindaaalderink.wordpress.com

Recommended for you

3 thoughts on “Kebahagiaan Menurut Buddha dan Yesus”

Leave a Reply

You have to agree to the comment policy.