Browse By

Saat Pondasi Kehidupan Digoncangkan

tsunami

Gempa yang terjadi sekitar 5 bulan lalu, tepatnya tanggal 11 Maret 2011 di daerah Tohoku Jepang mungkin tidak bisa dilupakan oleh orang Jepang. Gempa 9.0 SR yang sangat besar yang akan terus terekam dalam memori bangsa Jepang. Gempa kali ini tidak hanya menimbulkan tsunami besar yang merusakkan bangunan, menghanyutkan anak-anak dan orang dewasa, bahkan tsunami juga menimbulkan masalah pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Fukushima. Tapi sebenarnya gempa tidak hanya menggoncangkan daratan dan lautan saja, namun juga “menggoncangkan pondasi kehidupan” orang Jepang.

Saya bisa mengatakan bahwa sebelum gempa kehidupan orang Jepang sama seperti kura-kura. Kenapa begitu? Mereka selalu berlindung kepada sistem kehidupan yang sudah terbentuk. Sistem pemerintahan, ekonomi, dan kemasyarakatan yang sudah mapan terbentuk. Contoh pertama: saya bekerja untuk mendapatkan uang, dan uang itu dipakai untuk keperluan saya sendiri. Kalau saya sudah bisa bekerja, pastilah kehidupan saya aman.  Contoh yang kedua: orang Jepang semua bergantung kepada kepintaran, kemampuan ekonomi, dan kecanggihan teknologi yang dimilikinya. Untuk bisa mendeteksi gempa, mereka berusaha keras menciptakan sistem peringatan dini gempa. Untuk dapat berlindung dari tsunami, orang Jepang mendirikan banyak tembok penahan ombang yang besar dan tinggi di pantai-pantai khususnya di daerah Tohoku. Mereka berpikir, jika sudah memiliki sistem deteksi gempa dan penahan tsunami, mereka akan aman. Gempa dapat segera diketahui dan tsunami pun bisa dihadang, pikir orang Jepang. Ya, mereka mungkin seperti “kura-kura”. Kalau ada sesuatu yang membahayakan, tinggal memasukkan leher dan kakinya, bersembunyi, menunggu sampai keadaan aman.

Tapi bagaimana kalau cangkang kura-kura itu retak dan pecah? Keadaan tidak aman lagi. Yang tersisa hanyalah tubuh yang lunak dan rentan. Setiap saat bahaya bisa mengancam dan bahkan melukai diri sendiri. Saya pikir gempa Tohoku 11 Maret telah menghancurkan “cangkang kura-kura” milik orang Jepang. Semua teknologi dan pembangunan hancur sudah oleh gempa dan tsunami. Sistem peringatan gempa tercanggih tetap saja kalah cepat dengan cepatnya rambatan gempa. Tembok penahan ombak di pantai hancur lebur oleh terjangan tsunami. Tidak ada lagi pelindung, tidak ada lagi yang tersisa. Gempa dan tsunami langsung saja mengenai diri tanpa ada perlindungan. Bangunan hancur, tanah menjadi tidak subur, perekonomian surut, dan hutang menumpuk. Ya, semua perlindungan sudah pecah hancur berantakan.

Orang Jepang mulai berpikir paling tidak 3 hal. Yang pertama: Apakah makna keamanan yang sesungguhnya? Kedua, apakah untungnya saya bekerja keras terus-menerus, tapi pada akhirnya semua hilang tidak berbekas? Yang ketiga, kalau semua harta benda, rumah, bahkan keluarga saya telah hilang, untuk apa lagi saya hidup? Mengapa saya bisa selamat padahal orang lain meninggal?

Bagaimana dengan Anda sendiri? Bagaimana bila pondasi kehidupan Anda digoncangkan? Apa yang akan Anda lakukan? Dimana Anda akan berlindung?

*********
Dengan tentram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman. (Mazmur 4:9)

Recommended for you

Leave a Reply

You have to agree to the comment policy.