Browse By

Yesus yang Belum Kukenal-3

Masih dalam seri Yesus yang Belum Kukenal, kini kita akan membicarakan soal Natal. Kenyataan dari Natal–nyanyian malaikat, dirayakan dengan senangnya oleh anak-anak kecil di gereja, diilustrasikan dalam beragam kartu ucapan natal–telah menjadi sebuah kebiasaaan yang membuatnya begitu mudah melupakan pesan dibaliknya. Pesan yang seharusnya begitu indah. Saya bertanya kepada diri saya sendiri, “Jika Yesus datang untuk menyatakan Tuhan kepada manusia, apa yang dapat saya pelajari dari Tuhan di Natal pertama itu?” Sejujurnya ada empat hal yang saya pelajari mengenai Natal–Natal bicara soal kerendahan hati, dekat, posisi underdog, dan keberanian.

Kerendahan hati. Sebelum Yesus, tidak ada kisah mana pun yang menggunakan istilah “rendah hati” di dalam kisahnya. Natal bicara soal kerendahan hati Tuhan. Mengapa? Tuhan sebenarnya dapat datang ke dunia dalam bentuk api yang menyambar, badai atau topan, atau hal-hal luar biasa lainnya. Namun, peristiwa Natal menggambarkanTuhan sebagai Tuhan yang rendah hati. Ia lahir dalam wujud seorang anak yang kecil dari perawan. Lahir di kandang domba yang kotor di tengah-tengah segala kekurangan. Tuhan yang rendah hati mengajarkan kita juga menjadi manusia yang rendah hati.

Dekat. Natal membuat manusia “dekat” kepada Tuhan. Hindu mengenal prosesi pengorbanan kepada Tuhan di kuil mereka.  Muslim harus menunduk serendah mungkin ke tanah saat sembahyang kepada Tuhan. Kenyataannya, Natal memberikan kesempatan kepada kita berhubungan dengan Allah selayaknya seorang sahabat. Teman yang begitu dekat.

Sebelum kisah Natal, kita mengetahui kisah Musa dengan semak belukar yang menyala atau Yehezkiel yang berjumpa dengan kekudusan Tuhan. Anak-anak Ibrani mengenal Tuhan sebagai Tuhan yang menakutkan. Kesalahan atau dosa sekecil apa pun berarti kematian telah menunggu. Masuk ke ruang Maha Kudus dalam Bait Allah juga berarti kematian. Tuhan adalah sosok yang menakutkan. Dan sebagai orang yang penuh dengan dosa, kita tidaklah pantas untuk datang kepada-Nya.

Tetapi, kelahiran Yesus mengubah cara pandang ini. Ia datang kepada para pendosa, orang-orang sakit, memberi makan dan mengajar banyak orang. Tuhan kini adalah Tuhan yang dekat. Tuhan yang dapat digapai oleh siapa pun.

Mengapa Tuhan harus datang dalam wujud Yesus kalau begitu? Saya belajar saat saya bertugas menjaga sebuah akuarium air laut. Manajemen dalam kehidupan biota laut ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Saya harus menjalankan laboratorium kimia kecil untuk terus mengukur kadar nitrat dan amonia di dalam akuarium. Kemudian saya harus memompa vitamin, antibiotik dan juga enzim dan obat-obatan sulfa untuk memastikan karang-karang dalam akuarium tetap hidup. Saya juga harus terus membersikan air dengan filter dan menyinari akuarium dengan sinar ultraviolet. Saya berharap saya telah memberikan yang terbaik bagi ikan dan seluruh makhluk hidup di dalam akuarium itu. Namun, saya menyadari satu hal baru-baru ini. Setiap kali saya membuka tutup akuarium untuk memberikan makanan, ikan-ikan itu bersembunyi di balik celah-celah batu. Mereka takut. Mereka bahkan langsung bersembunyi ketika menyadari bayangan saya yang mendekat.

Sejujurnya saya berharap mereka mengerti bahwa segalanya telah saya lakukan bagi mereka. Dan mereka tidak perlu takut. Ikan-ikan itu terlalu kecil. Saya adalah manusia yang begitu besar bagi mereka, dan seluruh tindakan saya sepertinya tidak dapat mereka mengerti. Kasih sayang saya dianggap sebuah bahaya dan ancaman bagi mereka. Hingga suatu titik saya berharap saya punya kesempatan menjadi salah satu dari mereka. Menjadi seekor ikan kecil dan mengatakan kenyataaan yang sebenarnya, sehingga mereka dapat percaya.

Itulah yang Tuhan lakukan. Manusia bagaikan seekor ikan kecil di hadapan Tuhan yang maha besar. Inkarnasi Tuhan melalui Yesus memberikan kesempatan untuk menyampaikan kenyataan yang sebenarnya kepada manusia bahwa Tuhan mengasihi mereka. Dan bahwa mereka tidak perlu menjadi takut serta dapat berserah penuh kepada-Nya. Tuhan kembali menuliskan sebuah kisah, menggunakan karakter-karakter nyata dalam sebuah sejarah baru. Firman-Nya menjadi daging, dan hidup diantara kita.

Recommended for you

Leave a Reply

You have to agree to the comment policy.