Hari minggu kemarin, sepulang gereja, saya membantu papa dan mama mempersiapkan makanan yang akan dibawa ke rumah Bou Raymond. Seharusnya hari minggu itu, acara arisan Keluarga Ompu Mardarede diadakan di rumah. Namun, berhubung tiga minggu yang lalu Amangboru Raymond meninggal, maka arisan ini dipindahkan ke
Kematian, suatu hal yang paling mendukakan selama kita hidup. Rasa kehilangan, rasa penyesalan, rasa sedih, rasa tidak rela, terluka, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Memang kita tahu, ada waktu untuk lahir, tumbuh besar, menikmati indahnya ciptaan Tuhan. Ada pula waktu untuk merelakan kepergian seseorang untuk
Kepergian dapat terjadi kapan pun. Termasuk kepergian dari dunia ini. saya menyebutnya kematian. Tidak ada yang dapat menduga. Tidak ada yang dapat bersiap-siap. Pagi harinya masih bisa berbincang-bincang, namun sore harinya pergi dengan sangat mendadak. Itulah yang terjadi kepada Amangboru saya hari minggu kemarin. Kami
Sebab tidak ada seorang pun di antara kita hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati kita adalah
Apa yang akan teman-teman lakukan saat orang yang dicintai pergi? Berpisah untuk sementara waktu saja sudah membuat kita merasa “aneh” atau “tidak biasa”–apalagi jika harus berpisah selamanya. Sudah banyak tulisan mengenai kematian di dalam website ini, namun nyatanya topik perpisahan akibat kematian selalu mempunyai kisah