Browse By

Allah Hadir di Tengah-Tengah Keluarga (18)

Tiba di rumah, hemm… keadaan sepi sekali. Cuma ada Tulang dan Nantulang Iren, Keluarga Bapatua Silaban dan Cilacap. Yang lain menuju ke Tipang Mas, restoran yang terletak di pinggir Danau Toba, tidak jauh dari Air Terjun Janji. Kami mengobrol sejenak mengenai perjalanan hari ini. Keluarga Bapatua Silaban ternyata tadi juga mengunjungi rumah keluarga Bapatua di daerah Silaban, tidak jauh dari Lintongnihuta. Sementara itu, Bapatua Cilacap dan Tulang Iren sedari siang beristirahat di rumah saja.

Artikel ini merupakan artikel lanjutan dari Allah Hadir di Tengah-Tengah Keluarga (17)

Cuaca di petang ini dingin sekali. Hujan rintik-rintik dan angin kencang berhembus di dalam rumah. Suasana juga bertambah sepi ketika sebagian besar nampaknya memilih untuk beristirahat sejenak, karena esok kami akan menempuh perjalanan yang cukup panjang. Sekitar pukul 19.00, mama dan yang lainnya pergi mengunjungi Ompung Mama yang tinggal di kompleks Parmonangan. Dan sekitar pukul 19.30, semuanya telah kembali dari Tipang Mas. Rumah kembali ramai, apalagi saat diadakan acara bagi-bagi uang yang dimotori oleh Kak Lita dan Tulang Maru.

Acara itu diisi dengan penampilan dari Anggun, Cori, Arya, dan Niko yang menyanyikan lagu yang diminta. Kemudian, untuk setiap lagu yang mereka nyanyikan, mereka memperoleh sejumlah uang. Acara tidak berlangsung lama, karena satu persatu pergi dan beristirahat. Menu makan malam hari itu adalah daging dendeng yang dibuat oleh Mama. Hemm…enak rasanya. Ini adalah menu makan favorit saya selama berkuliah. Setelah makan, saya kemudian membereskan barang-barang dan pakaian karena esok pagi kami akan kembali ke Medan.

Saya kemudian bermain kartu bersama dengan Bang Niko, Naomi, Elisa, Nikita, dan Kak Nova. Senang rasanya bisa bermain Capsa: King and Slave bersama-sama. Permainan berakhir sekitar pukul 23.00 saat kami semua akhirnya tertidur. Oiya, kondisi Nandus yang sejak tadi pagi demam juga berangsur-angsur membaik. Puji Tuhan! Tuhan mendengar doa-doa yang kami panjatkan agar perjalanan esok hari dapat berjalan dengan lancar.

Salib Kasih, Tarutung saat kami sekeluarga tiba di sana.

Pagi hari, saya bangun sekitar pukul 03.30. Keadaan rumah sudah ramai. Saya langsung mandi dan makan di pagi itu. Mungkin ini adalah makan pagi tercepat yang pernah saya lakukan selama hidup. Sekitar pukul 03.45..! Selepas itu, kami berdoa bersama dan bersalaman. Kemudian kami masuk ke dalam mobil-mobil yang akan menuju ke Medan. Ada tujuh mobil di dalam iring-iringan ini, di mana saya bersama dengan Bapatua dan Mamatua Friska, Kak Friska, Kak Nova, dan Bang Anto. Sekitar pukul 04.20, kami bergerak meninggalkan rumah Ompung dan Lembah Bakara.

Perjalanan berlangsung lancar. Mungkin karena masih pagi kendaraan dapat dipacu sampai dengan 60 km/jam selepas Lembah Bakara menuju ke Tarutung. Di dalam perjalanan, saya sempat melihat HKBP Marbun, HKBP Simamora, kemudian Lintongnihuta yang kemarin kami lalui. Kami telah tiba di Tarutung sekitar pukul 05.50, dan berhenti di Simpang Rumah Sakit untuk mengambil jeruk dan juga lontong untuk sarapan. Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju ke Salib Kasih di Bukit Siatas Barita.

Salib Kasih, Tarutung saat kami sekeluarga tiba di sana.

Kondisi pagi itu ketika kami tiba di Salib Kasih masih berkabut. Embun-embun udara masih menggelayut di hadapan kami. Pohon-pohon pinus yang ada di bukit itu dengan tenang berdiri dan menyambut kehadiran kami. Di sebuah gazebo, kami semua makan lontong bersama. Enak sekali, apalagi di pagi hari yang begitu dingin ini. Kemudian kami mulai mendaki bukit itu melalui jalan setapak yang ada. Yang muda telah sampai terlebih dahulu di atas, kemudian disusul orangtua yang cukup lelah mencapai puncak bukit Siatas Barita ini.

Tulang Iren dan yang lain saat menapaki jalan setapak menuju Salib Kasih.

Saya termasuk orang yang sampai terlebih dahulu. Keadaan di atas ternyata masih sepi. Bertemu dengan Bapatua Friska yang baru selesai berdoa, saya kemudian berdoa di ruangan yang sama. Di ruangan tepat di bawah monumen Salib Kasih yang begitu indah. Cukup lama saya berdoa di dalam ruangan ini, mengucap syukur untuk semua hal yang sudah saya lakukan, terima, dan alamai di dalam kehidupan saya, kemudian saya mendoakan keluarga, kerabat dan teman-teman, untuk perkuliahan, dan juga untuk semua rencana yang akan saya lakukan ke depannya.

Monumen Salib Kasih dan ruangan tempat saya berdoa
Papa dan Mama di Salib Kasih

Selesai berdoa, saya bergabung dengan semua keluarga yang telah berkumpul di sayap kiri untuk kemudian Saat Teduh bersama. Renungan yang Bapatua bawakan adalah tentang pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang Hidup. Sebuah pengakuan yang sama yang harus kita lakukan di dalam setiap langkah kehidupan kita. Sebuah pengakuan bahwa Yesus benar-benar adalah Tuhan yang berkuasa di atas seluruh kehidupan kita. Menyongsong tahun yang baru ini tanpa rasa takut dan gentar adalah sebuah jalan yang harus kita pilih bersama-sama dengan Yesus. Bapatua juga membacakan refleksi singkat mengenai Nommensen yang dahulu berjanji kepada Tuhan di atas Bukit Siatas Barita ini untuk mengabarkan Injil ke Tanah Batak. Saya bersyukur sekali buat kesempatan berkumpul bersama dengan keluarga besar dan merasakan Allah hadir di tengah-tengah kami.

Doa Nommensen kepada Tuhan di atas Bukit Siatas Barita yang diabadikan di atas sebuah prasasti.
Pemandangan Kota Tarutung dari atas Salib Kasih, Bukit Siatas Barita.

Ternyata benar, dari atas Bukit Siatas Barita ini, kota Tarutung dan juga daerah sekitarnya terlihat dengan jelas. Mungkin inilah yang dilihat oleh Nomenssen waktu itu, melihat betapa indahnya kota ini namun juga ia sedih karena masih sedikit yang mengetahui kabar kebenaran Injil. Dan puji Tuhan, ratusan tahun kemudian, banyak orang Batak yang hidupnya berubah, dari yang tidak percaya menjadi percaya. Dan mungkin, Suku Batak tidak akan semaju sekarang tanpa hadirnya Injil di tanah tercinta ini.

Kami sekeluarga Ompung Jiorutte kemudian berfoto bersama. Papa, Mama, dan saya kemudian melanjutkan berdoa bersama di kamar yang ada di sekitar Salib Kasih tersebut. Sekitar pukul 10.00, kami telah berkumpul lagi di parkiran untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke Medan.

Recommended for you

Leave a Reply

You have to agree to the comment policy.